Langsung ke konten utama

Temanku, Rivalku! (ups)

Image result for siluet segitigaAda pepatah jawa yang penulis ingat belakangan ini, berbunyi “Witing tresno jalaran soko kulino” yang artinya kurang lebih cinta bisa datang karena sering bertemu. Terdengar pas pepatah tersebut jika dikaitkan dengan keadaan 2 sahabat penulis yang kesemuanya lelaki, yang pada saat ini ‘sepertinya’ menaruh hati pada satu wanita yang sama dan dibawah naungan komunitas yang sama pula.

Lalu apa ada yang salah? Tidak ada. Intensitas pertemuan yang berkesinambungan bisa saja dijadikan alasan untuk perasaan itu hadir. Toh, jika hati itu berpendar dengan semestinya bukankah merupakan sebuah anugerah dari Sang Maha Pencipta. Atau mungkin mengatasnamakannya dalam sebuah persahabatan yang terjalin erat? Di film beken bollywood Kuch Kuch Hota Hai, SRK menerjemahkan rasa itu dengan istilah: Love is Friendship. Bukan sesuatu yang salah kan? Aku mengenalmu, aku bersahabat denganmu, aku memahamimu, lantas apa salah jika aku berharap lebih padamu? Sekali lagi perasaan itu hadir diantara dua sahabatku meski untuk satu wanita yang sama namun bukanlah sebuah kekeliruan. Dia hadir begitu saja, merenggut kesepian yang tersita demikian lama. Kalau mereka berusaha keras untuk menggapainya dengan tetap menjunjung ukhuwah yang harus tetap dijaga, rivalitas keduanya seharusnya tetap berakhir dengan indah meski siapapun nanti yang terpilih. Tidak perlu adanya permusuhan serta jadikanlah kisah Salman Al Farisi dan Abu Darda sebagai panutannya.

Lalu bagaimana dengan si wanita? Saat ini ada dua ikhwan dengan maksud dan tujuan yang sama sedang berjuang untuk memenangkan hatimu. Siapa yang kamu pilih? Dia yang demikian hangat perhatian padamu atau yang mengagumi dalam diam untuk menuai kasih darimu. Terkadang memilih satu diantara dua jauh lebih rumit dan membingungkan bukan, terlebih jika ini menyangkut hati serta sebuah ketetapan. Jika kamu bimbang, bukankah ada sepertiga malam yang menenangkan hati dikala tak tahu harus memutuskan sebuah jawaban. Sujud dan doa jauh lebih berguna dibanding sibuk menerka-nerka harus dengan siapa kamu nantinya. Berilah keputusan tegas ukhtiku sayang, katakan aku tidak perlu rayuan yang melangitkan tapi mahar sah dalam sebuah ikatan. Bilang juga tidak perlu sibuk mencari perhatian lebih dariku tapi yang aku butuh ikhwan yang siap berhadapan dengan waliku. Jika tak ada yang sanggup untuk itu, percayalah ukhti diluar sana entah dimana, calon imammu kelak sedang mempersiapkan semuanya untukmu. Mungkin juga dia setampan Lee Min Ho dan pilihan terbaik yang kamu miliki.

Salam hormat untuk kedua sahabatku, berjuanglah!.

Komentar

Posting Komentar

Cerita Unggulan

Tentang JICBS#3 !!

Beberapa waktu yang lalu, sebelum aku benar-benar lupa tentang mereka yang pernah singgah di kehidupanku yang dinamis tiap akhir pekan, maka aku ingin menyematkan semua yang teringat dalam ingatan untukku tuangkan melalui goresan kecil dalam cerita ini. Cerita ini tentang petualanganku dengan mereka, remaja-remaji ajaib yang entah sudah menjadi suratan takdir aku harus bertemu dengan mereka. Di awali dengan tawaran teman kuliahku yang lucunya seperti Majin Buu dalam manga Dragon Ball itu untuk mengikuti pelatihan jurnalistik islami di Jakarta Islamic Centre bertajuk “JICBS#3” melalui google document yang dia kirimkan di hari itu ba’da shalat Jumat. Aku yang memang suka sekali terhadap hal-hal yang bersifat challenging sedari dulu akhirnya mengisi juga form tersebut. Singkat kata akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi di sana. Sebuah pengalaman baru menantiku, baca berita di panggung! . Untuk orang yang terbiasa mengurusi bermacam kegiatan di kampus dan me...

Nice To Meet You.. (Chapter 2)

Sebelumnya di  Chapter 1..   Bus Transjakarta yang aku naiki masih melaju dengan tenang.. “ Hai. Aku Alif Yusuf. Tadi penjelasanmu tentang patung di Bunderan Senayan itu bagus lho”. Kataku menyapanya memulai percakapan dengan gadis itu. Gadis itu menghentikan bacaannya lalu mendengarkan sapaanku tadi sambil mengerenyitkan dahi. Kami masih dibatasi keponakannya yang berdiri di bangku sambil melihat lalu lalang jalan dari balik jendela. “ Alif?”. Tanyanya. Aku pun mengangguk. “ A.. EL.. I.. EF..?”. Ejanya menyebut namaku. “ Iya benar. Itu namaku”. Jelasku padanya. Matanya berpendar menatapku lalu kemudian dia tertawa geli sendiri. Entah apa yang ada dibenaknya ketika mendengar namaku saat ini. Tapi senyum dan tawanya itu mampu untuk menarik simpatiku padanya. “ Mungkin kamu pernah mendengar namaku ya? Aku novelis. Novel pertamaku menjadi best seller tahun kemarin!”. Jelasku mengejar maksud tawanya itu. “ Tidak. Bahkan aku tak tahu novelmu yang m...