Langsung ke konten utama

Tentang JICBS#3 !!

Beberapa waktu yang lalu, sebelum aku benar-benar lupa tentang mereka yang pernah singgah di kehidupanku yang dinamis tiap akhir pekan, maka aku ingin menyematkan semua yang teringat dalam ingatan untukku tuangkan melalui goresan kecil dalam cerita ini.

Cerita ini tentang petualanganku dengan mereka, remaja-remaji ajaib yang entah sudah menjadi suratan takdir aku harus bertemu dengan mereka. Di awali dengan tawaran teman kuliahku yang lucunya seperti Majin Buu dalam manga Dragon Ball itu untuk mengikuti pelatihan jurnalistik islami di Jakarta Islamic Centre bertajuk “JICBS#3” melalui google document yang dia kirimkan di hari itu ba’da shalat Jumat. Aku yang memang suka sekali terhadap hal-hal yang bersifat challenging sedari dulu akhirnya mengisi juga form tersebut. Singkat kata akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi di sana. Sebuah pengalaman baru menantiku, baca berita di panggung!. Untuk orang yang terbiasa mengurusi bermacam kegiatan di kampus dan memaksaku untuk bersuara di atas panggung itu bukan perkara sulit. Tapi tetap saja, melihat mereka yang kelak akan menjadi teman seperjuanganku tampil bagus muncul juga rasa grogi dalam diriku. Pada saat seleksi itu, aku sudah berkenalan dengan Husin Muhammad yang saat ini sudah di daulat sebagai Ketua Angkatan JICBS#3. Sikapnya yang kebapakan dan mengayomi teman-teman yang lain menjadikannya teladan bagi kami semua. Aku juga bertemu dengan Fathy, manusia mengesalkan yang takdir akhirnya menyatukan kami dalam satu tim, baik di radio maupun film.. haha. Hal lucu berikutnya adalah bertemu dengan duo yang tak kalah menyebalkannya, Taufik si abege labil yang sok akrab dan suka main kode-kodean dengan gebetannya juga seorang Alip, yang sekilas mirip kutu buku yang sering di bully dalam drama televisi. Hanya mereka yang ku ingat saat itu dalam seleksi, sedangkan yang lain timbul tenggelam dalam ingatanku..

Hari berganti hari, aku sudah berpetualang tiap akhir pekanku disana, di Jakarta Islamic Centre. Aku sudah menjelma dengan segala keanehanku bergabung diantara orang-orang yang dipilih karena kecerdasan, bakat, kerja keras, kemauan, dan pengetahuannya tentang keislaman. Aku bangga ada diantara mereka meski diri ini merasa tidak ada pintar-pintarnya! Aku banyak belajar berbagai hal tentang jurnalistik juga bertemu dengan pemateri yang kompeten di bidangnya. Belajar tentang manajemen radio, public speaking, kepenulisan, film pendek dan puncaknya adalah manajemen event organizer bertepatan dengan expo tahunan yang berlangsung disana. Aku yang seorang Life Observer merasa menemukan banyak obyek menarik yang patut untuk diperhatikan, tentang sifat, tingkah polah, ambisi, mimpi dan berbagai literatur serta sudut pandang yang berbeda-beda.

Belajar dua bulan tentang jurnalistik disana mungkin hanyalah bagian dari sisi hidup perjalananku untuk dapat mengenal mereka. Aku percaya tidak ada namanya sebuah kebetulan di muka bumi ini, karena yang ku yakini setiap kejadian pasti memiliki maksud dan tujuan yang tersirat, tergantung dari kita memahaminya atau tidak. Dua bulan disana juga tidak lantas akan membuatku jadi jurnalis yang hebat mengerti segala hal mengenai kewartawanan tapi setidaknya aku kelak akan jauh lebih menghargai orang dalam menyajikan berita dengan tidak serta merta men-judge berita ini lebih jelek dibanding berita itu.
 
Kini, dua bulan sudah berlalu sejak kami dinyatakan lulus dari program jurnalis islami JICBS#3. Kami semua telah kembali ke rutinitas yang biasanya dilakukan tiap akhir pekan. Banyak hal yang juga mungkin sudah terlupakan sejak perpisahan itu meski hingga kini grup instant chatting kami masih saja ramai. Aku pun sama, mencoba akan melupakannya pelan-pelan seiring waktu dan akan menjadi dongeng indah kelak bagi penerusku. Tapi yang jelas, kisah akhir pekanku disana amat menyenangkan, berkawan baru dan berilmu baru.



@fahmi.suri

Komentar

Posting Komentar

Cerita Unggulan

Temanku, Rivalku! (ups)

Ada pepatah jawa yang penulis ingat belakangan ini, berbunyi “ Witing tresno jalaran soko kulino ” yang artinya kurang lebih cinta bisa datang karena sering bertemu. Terdengar pas pepatah tersebut jika dikaitkan dengan keadaan 2 sahabat penulis yang kesemuanya lelaki, yang pada saat ini ‘sepertinya’ menaruh hati pada satu wanita yang sama dan dibawah naungan komunitas yang sama pula. Lalu apa ada yang salah? Tidak ada. Intensitas pertemuan yang berkesinambungan bisa saja dijadikan alasan untuk perasaan itu hadir. Toh, jika hati itu berpendar dengan semestinya bukankah merupakan sebuah anugerah dari Sang Maha Pencipta. Atau mungkin mengatasnamakannya dalam sebuah persahabatan yang terjalin erat? Di film beken bollywood Kuch Kuch Hota Hai, SRK menerjemahkan rasa itu dengan istilah: Love is Friendship . Bukan sesuatu yang salah kan? Aku mengenalmu, aku bersahabat denganmu, aku memahamimu, lantas apa salah jika aku berharap lebih padamu? Sekali lagi perasaan itu hadir diantara...

Nice To Meet You.. (Chapter 2)

Sebelumnya di  Chapter 1..   Bus Transjakarta yang aku naiki masih melaju dengan tenang.. “ Hai. Aku Alif Yusuf. Tadi penjelasanmu tentang patung di Bunderan Senayan itu bagus lho”. Kataku menyapanya memulai percakapan dengan gadis itu. Gadis itu menghentikan bacaannya lalu mendengarkan sapaanku tadi sambil mengerenyitkan dahi. Kami masih dibatasi keponakannya yang berdiri di bangku sambil melihat lalu lalang jalan dari balik jendela. “ Alif?”. Tanyanya. Aku pun mengangguk. “ A.. EL.. I.. EF..?”. Ejanya menyebut namaku. “ Iya benar. Itu namaku”. Jelasku padanya. Matanya berpendar menatapku lalu kemudian dia tertawa geli sendiri. Entah apa yang ada dibenaknya ketika mendengar namaku saat ini. Tapi senyum dan tawanya itu mampu untuk menarik simpatiku padanya. “ Mungkin kamu pernah mendengar namaku ya? Aku novelis. Novel pertamaku menjadi best seller tahun kemarin!”. Jelasku mengejar maksud tawanya itu. “ Tidak. Bahkan aku tak tahu novelmu yang m...