Langsung ke konten utama

Welcome JICBS#4



Ahad, 9 April 2017 kemarin, bertempat di ruang teater Jakarta Islamic Centre, acara bertajuk “Stadium General” diadakan dalam rangka pengumuman akhir siapa saja yang berhasil dengan skor nilai memuaskan dari seleksi di minggu sebelumnya untuk masuk menjadi bagian dari program tahunan yang ada disana, yaitu JIC Broadcast School (JICBS) angkatan ke 4.

Yup.. jika kamu bertanya apa di angkatan kali ini jauh lebih keren dan berbakat dibanding angkatan penulis di JICBS#3, jawabannya akan tentatif sekali, bisa ya namun bisa juga tidak. Tapi bagi penulis yang kebetulan menghadiri acara rilis ini, mendapati sekumpulan pemuda dan pemudi islam yang dirasa mempunyai potensi jauh luar biasa dibandingkan angkatan sebelumnya. Hal itu bisa dilihat dari sikap kritis yang ditunjukkan saat sesi tanya jawab seputar film “Masjid Sahabatku” yang memenangkan penghargaan untuk kategori film terbaik pada angkatan kami sebelumnya. Banyak kritik serta saran yang membangun dari para “adik” kami tentang bagaimana seharusnya membuat film, bagaimana seharusnya aktris maupun aktor yang berperan jauh lebih watak lagi dalam melakukan penghayatan peran, bagaimana seharusnya skrip penulisan dibangun serta bagaimana baiknya noise atau suara-suara bising dapat diminimalkan dalam rekaman adegan. Penulis muntab! Tapi dibalik itu ada sikap takjub tentang kritis mereka yang mempesona. Lagi-lagi wadah islami ini telah berhasil mengumpulkan orang-orang dengan intelektualitas dan idealisme yang mumpuni dalam satu tempat. Tinggal bagaimana talenta dan segala potensi itu bisa dikembangkan semaksimal mungkin nantinya dalam berbagai karya dan kegiatan yang mereka hasilkan. Sebagai catatan tersendiri bagi penulis, potensi itu akan terarah dengan baik jika bisa dikelola dan dibersamai dengan potensi lain yang saling melengkapi. Tidak sabar rasanya menunggu karya-karya mereka, bukan hanya mengenai film tapi juga public speaking, script writing dan acara unggulan radio. Pesan kami dari JICBS#3 untuk mereka hanya satu: Let’s do it!.

Membicarakan JICBS angkatan ke 4 ini, penulis juga akan berbicara tentang peran akhwat dalam sebuah kelompok. Lha koq gitu? Ya memang sudah sepatutnya seperti itu. Sebab dari pengamatan penulis sendiri, pada angkatan kali ini jumlah akhwat sepertinya jauh melebihi jumlah kuota ikhwan yang tersaring. Menurut perspektif penulis, keberperanan akhwat nantinya akan menjadi sentral dari kelompok-kelompok kecil yang kemudian akan dibentuk seiring berjalannya waktu di perkuliahan short course ini pada hari sabtu dan minggu. Efeknya akan terasa nanti bagi kalian para ikhwan, ingat!! Akhwat tidak pernah salah, karena hanya kamu yang selalu salah di mataku. Titik.. hehe.

Akhirnya yang ditunggu tiba. Debaran hati mungkin mengalahkan riuhnya suara deru angkutan umum sepanjang jalan Tugu Raya. Lewat layar lebar di ruang teater, slideshow nama peserta yang terpilih muncul bergantian. Kali ini untuk nilai tertinggi seleksi diberikan kepada Muhammad Sa’dan dan runner up jatuh kepada Nurul Habibah, lalu nama-nama berikutnya muncul satu persatu hingga selesai. Menjelang ditutupnya acara, JICBS angkatan ke 3 juga diberikan kesempatan presentasi mengenai acara untuk bulan ramadhan nanti, yaitu IFTHAR With JICBS: Entertainment On Ramadhan, sebuah kegiatan sosial edukatif dengan satu panti asuhan di bilangan Jakarta Utara sana.

Sebelum menutup tulisan ini, ijinkan penulis mengucapkan Welcome JICBS#4. Ahlan wa sahlan dalam dekapan indah sebuah ukhuwah islamiyah. Mari berkarya, mari berdakwah, mari kita bersama saling menguatkan dalam kebaikan.

@fahmi.suri

Komentar

  1. Wah kece Blognya.... Semangat terus menuntut ilmu di JICBS ya...

    BalasHapus
  2. Semangat buat anak" JICBS angkatan ke-4..

    BalasHapus

Posting Komentar

Cerita Unggulan

Tentang JICBS#3 !!

Beberapa waktu yang lalu, sebelum aku benar-benar lupa tentang mereka yang pernah singgah di kehidupanku yang dinamis tiap akhir pekan, maka aku ingin menyematkan semua yang teringat dalam ingatan untukku tuangkan melalui goresan kecil dalam cerita ini. Cerita ini tentang petualanganku dengan mereka, remaja-remaji ajaib yang entah sudah menjadi suratan takdir aku harus bertemu dengan mereka. Di awali dengan tawaran teman kuliahku yang lucunya seperti Majin Buu dalam manga Dragon Ball itu untuk mengikuti pelatihan jurnalistik islami di Jakarta Islamic Centre bertajuk “JICBS#3” melalui google document yang dia kirimkan di hari itu ba’da shalat Jumat. Aku yang memang suka sekali terhadap hal-hal yang bersifat challenging sedari dulu akhirnya mengisi juga form tersebut. Singkat kata akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi di sana. Sebuah pengalaman baru menantiku, baca berita di panggung! . Untuk orang yang terbiasa mengurusi bermacam kegiatan di kampus dan me...

Temanku, Rivalku! (ups)

Ada pepatah jawa yang penulis ingat belakangan ini, berbunyi “ Witing tresno jalaran soko kulino ” yang artinya kurang lebih cinta bisa datang karena sering bertemu. Terdengar pas pepatah tersebut jika dikaitkan dengan keadaan 2 sahabat penulis yang kesemuanya lelaki, yang pada saat ini ‘sepertinya’ menaruh hati pada satu wanita yang sama dan dibawah naungan komunitas yang sama pula. Lalu apa ada yang salah? Tidak ada. Intensitas pertemuan yang berkesinambungan bisa saja dijadikan alasan untuk perasaan itu hadir. Toh, jika hati itu berpendar dengan semestinya bukankah merupakan sebuah anugerah dari Sang Maha Pencipta. Atau mungkin mengatasnamakannya dalam sebuah persahabatan yang terjalin erat? Di film beken bollywood Kuch Kuch Hota Hai, SRK menerjemahkan rasa itu dengan istilah: Love is Friendship . Bukan sesuatu yang salah kan? Aku mengenalmu, aku bersahabat denganmu, aku memahamimu, lantas apa salah jika aku berharap lebih padamu? Sekali lagi perasaan itu hadir diantara...

Nice To Meet You.. (Chapter 2)

Sebelumnya di  Chapter 1..   Bus Transjakarta yang aku naiki masih melaju dengan tenang.. “ Hai. Aku Alif Yusuf. Tadi penjelasanmu tentang patung di Bunderan Senayan itu bagus lho”. Kataku menyapanya memulai percakapan dengan gadis itu. Gadis itu menghentikan bacaannya lalu mendengarkan sapaanku tadi sambil mengerenyitkan dahi. Kami masih dibatasi keponakannya yang berdiri di bangku sambil melihat lalu lalang jalan dari balik jendela. “ Alif?”. Tanyanya. Aku pun mengangguk. “ A.. EL.. I.. EF..?”. Ejanya menyebut namaku. “ Iya benar. Itu namaku”. Jelasku padanya. Matanya berpendar menatapku lalu kemudian dia tertawa geli sendiri. Entah apa yang ada dibenaknya ketika mendengar namaku saat ini. Tapi senyum dan tawanya itu mampu untuk menarik simpatiku padanya. “ Mungkin kamu pernah mendengar namaku ya? Aku novelis. Novel pertamaku menjadi best seller tahun kemarin!”. Jelasku mengejar maksud tawanya itu. “ Tidak. Bahkan aku tak tahu novelmu yang m...