Langsung ke konten utama

Rembulan Malam

Ku coretkan dengan sebuah pena pada selembar kertas yang tak berwarna..
Lihat, kini pena ku menari-nari diatas imajinasiku saat menggambarkan cantik raut wajahmu.
Tak cukup ribuan karya untuk bisa menuliskan dan menafsirkan segala keindahan yg ada di dirimu.
Karena bagiku, lebih dari sekedar apa yang kutulis,
Image result for rembulan malamDan butuh waktu yang teramat panjang untuk bisa kau tahu tentang ini.
Ya, ku tahu fikir ku salah, mengapa hanya bisa ku kagumi?
Entah, mungkin raga ini terlalu bodoh jika hanya berdiri tegar tanpa ada pergerakan.
Meski keadaan menertawakan, ku tetap memilih untuk diam dan bersabar.
Akan tetapi sebatas kenal denganmu adalah suatu terwujudnya sebagian dari mimpiku.
Entah bagaimana aku mampu menyampaikan nya, hingga dewi asmara menjadi begitu indah.
Terlihat oleh mata tapi tak yakin kau rasa,
Hanya cukup dengan jiwa yang selalu menggerakkan raga.
Kau rembukan malamku,
Mentari di pagiku
yang sejukkan jiwaku,
Pelangi di senjaku
Meski semu bagiku..
Image result for rembulan malamTerdengar saat nyanyian rindu mengalun merdu
Mengisi ruang kosongnya kalbu mengusir pilu
Memanggil namamu dengan suara yang takkan kau dengar
Seruan nafas yang berbunyi oleh suaraku, Ya. Kuteriakkan namamu, kudekap bayangmu, kulempar rinduku kepada hujan.
Kucari suaramu di penghujung malam.
Tapi.. Tak kutemui semuanya, Tak jua kudapat dekap peluk itu.
Kini, yang ada hanya aroma pilu.
Yang tersisa hanyalah puing dari segala kehancuran.
Karena tak mudah bagiku jika aku harus memendam semua ini tanpa sedikitpun untuk kau tahu..
Biarkan, biarkan hati ini bertahan , entah sampai kapan aku pun tak tahu.
Burung.. Terbanglah dan sampaikan salamku padanya,
Beritahu padanya bahwa aku punya ribuan rasa untuk dia.


Silahkan di cek untuk menyimak inti dari puisi diatas dengan format mp3.. disini!
Untuk info silahkan Follow : @ezhamc

Komentar

Posting Komentar

Cerita Unggulan

Tentang JICBS#3 !!

Beberapa waktu yang lalu, sebelum aku benar-benar lupa tentang mereka yang pernah singgah di kehidupanku yang dinamis tiap akhir pekan, maka aku ingin menyematkan semua yang teringat dalam ingatan untukku tuangkan melalui goresan kecil dalam cerita ini. Cerita ini tentang petualanganku dengan mereka, remaja-remaji ajaib yang entah sudah menjadi suratan takdir aku harus bertemu dengan mereka. Di awali dengan tawaran teman kuliahku yang lucunya seperti Majin Buu dalam manga Dragon Ball itu untuk mengikuti pelatihan jurnalistik islami di Jakarta Islamic Centre bertajuk “JICBS#3” melalui google document yang dia kirimkan di hari itu ba’da shalat Jumat. Aku yang memang suka sekali terhadap hal-hal yang bersifat challenging sedari dulu akhirnya mengisi juga form tersebut. Singkat kata akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi di sana. Sebuah pengalaman baru menantiku, baca berita di panggung! . Untuk orang yang terbiasa mengurusi bermacam kegiatan di kampus dan me...

Temanku, Rivalku! (ups)

Ada pepatah jawa yang penulis ingat belakangan ini, berbunyi “ Witing tresno jalaran soko kulino ” yang artinya kurang lebih cinta bisa datang karena sering bertemu. Terdengar pas pepatah tersebut jika dikaitkan dengan keadaan 2 sahabat penulis yang kesemuanya lelaki, yang pada saat ini ‘sepertinya’ menaruh hati pada satu wanita yang sama dan dibawah naungan komunitas yang sama pula. Lalu apa ada yang salah? Tidak ada. Intensitas pertemuan yang berkesinambungan bisa saja dijadikan alasan untuk perasaan itu hadir. Toh, jika hati itu berpendar dengan semestinya bukankah merupakan sebuah anugerah dari Sang Maha Pencipta. Atau mungkin mengatasnamakannya dalam sebuah persahabatan yang terjalin erat? Di film beken bollywood Kuch Kuch Hota Hai, SRK menerjemahkan rasa itu dengan istilah: Love is Friendship . Bukan sesuatu yang salah kan? Aku mengenalmu, aku bersahabat denganmu, aku memahamimu, lantas apa salah jika aku berharap lebih padamu? Sekali lagi perasaan itu hadir diantara...

Nice To Meet You.. (Chapter 2)

Sebelumnya di  Chapter 1..   Bus Transjakarta yang aku naiki masih melaju dengan tenang.. “ Hai. Aku Alif Yusuf. Tadi penjelasanmu tentang patung di Bunderan Senayan itu bagus lho”. Kataku menyapanya memulai percakapan dengan gadis itu. Gadis itu menghentikan bacaannya lalu mendengarkan sapaanku tadi sambil mengerenyitkan dahi. Kami masih dibatasi keponakannya yang berdiri di bangku sambil melihat lalu lalang jalan dari balik jendela. “ Alif?”. Tanyanya. Aku pun mengangguk. “ A.. EL.. I.. EF..?”. Ejanya menyebut namaku. “ Iya benar. Itu namaku”. Jelasku padanya. Matanya berpendar menatapku lalu kemudian dia tertawa geli sendiri. Entah apa yang ada dibenaknya ketika mendengar namaku saat ini. Tapi senyum dan tawanya itu mampu untuk menarik simpatiku padanya. “ Mungkin kamu pernah mendengar namaku ya? Aku novelis. Novel pertamaku menjadi best seller tahun kemarin!”. Jelasku mengejar maksud tawanya itu. “ Tidak. Bahkan aku tak tahu novelmu yang m...