Langsung ke konten utama

Cinta Untuk Esok

Image result for siluet hijabNaya? Kamu Naya kan?”

Gadis didepan pintu ruang tamu itu tersenyum dengan manis. Parasnya yang cantik terbalut hijab berwarna merah muda sungguh memukau pandangan mata. Tatapannya meneduhkan, laksana bidadari yang datang menyapa Faris sore ini.

Iya. Kamu benar Ris. Ini aku Kanayya. Musuhmu yang sering kamu nasehati itu”. Jawabnya lugas. Senyum manis masih terukir jelas disana.

Faris hanya tertawa kecil mendengar jawaban tadi. Faris tak mampu untuk berkata apa lagi tentang yang terjadi pada Naya saat ini. Dihadapannya kini berdiri seorang gadis berhijab yang sepertinya baru dia kenal. Bukan Naya, temannya ataupun juga bisa disebut musuhnya di kampus yang selalu berpakaian mengundang syahwat, berani menentangnya dalam berbagai retorika pentingnya ketaatan beragama di Forum Dakwah Kampus atau juga Naya si bintang kampus dengan banyaknya laki-laki yang memperebutkan perhatian gadis manis itu.

Koq kamu diam Ris? Apa kamu tidak berniat menyuruhku duduk?”. Naya tersenyum kepada Faris.

Eh.. iya. Silahkan duduk. Aku kedalam dulu ambil minum”. Faris bertingkah canggung. Dia pun masuk kedalam. Tak berselang lama, Faris kembali dengan dua cangkir teh hangat.

Kamu tidak keberatan kan aku datang kesini?”. Naya memulai pembicaraan.

Tidak Nay. Cukup banyak orang yang datang ke panti asuhan ini setiap minggunya, mulai dari para donatur atau mahasiswa jurusan sosial yang melakukan riset tentang kehidupan panti”. Jawab Faris. Pemuda ini masih berusaha menjaga pandangannya dari sihir mata Naya yang menggoda.

Naya hanya mengangguk tanda mengerti. Pemuda dihadapannya itu berkata runtun sekali. Pemuda yang dengan perkataannya telah menuntunnya kepada cahaya yang terang benderang. Pemuda yang tiada bosan menasehati setiap tingkah durjana keburukannya. Pemuda yang memberinya sebuah kain panjang untuk menutupi rok mininya di kantin pekan lalu. Pemuda itulah yang tanpa disadari telah menunjukkan pada dirinya untuk menjadi seorang muslimah.

Aku kesini untuk mengucapkan selamat tinggal padamu, Ris”.

Maksudmu?”. Faris tertegun mendengar ucapan Naya.

Aku besok akan pindah ke Jogja, Ris. Papa dipindahtugaskan ke kantor cabang yang ada disana. Berarti aku juga harus pindah dari kampus kita”.

Faris terdiam. Ada semburat kesedihan yang disembunyikannya.

Aku juga ingin mengucapkan terima kasih padamu, Ris. Kamu telah menuntunku pada jalan yang seharusnya aku tempuh. Jalan impian seorang gadis muslimah yaitu menjadi sebaik-baiknya perhiasan dunia”.

Faris tersenyum getir. Dalam hatinya mengucap syukur atas hidayah yang telah turun pada diri Naya. Namun, di bagian hatinya yang lain, ada rasa sedih berada disana.

Tapi, apa kamu akan kembali lagi kesini Nay?”. Tanya Faris.

Naya hanya tersenyum memandangi Faris.

Entahlah, Ris. Mungkin juga kembali lagi kesini untuk sekedar liburan. Aku hanya berharap besok bisa menjadi awal hidupku yang lebih baik dari kemarin”.

Aku juga berharap bila besok bertemu denganmu lagi, penampilanmu akan tetap seperti ini, Nay”. Faris tertawa kecil.

Naya hanya tersenyum.


Perlahan semilir angin sore menyeruak masuk ke ruang tamu panti asuhan itu. Kedua insan yang sedang mencoba menerka perasaan mereka, masih disibukkan dengan kikuknya sebuah perpisahan yang sudah ada didepan mata.

Komentar

Cerita Unggulan

Tentang JICBS#3 !!

Beberapa waktu yang lalu, sebelum aku benar-benar lupa tentang mereka yang pernah singgah di kehidupanku yang dinamis tiap akhir pekan, maka aku ingin menyematkan semua yang teringat dalam ingatan untukku tuangkan melalui goresan kecil dalam cerita ini. Cerita ini tentang petualanganku dengan mereka, remaja-remaji ajaib yang entah sudah menjadi suratan takdir aku harus bertemu dengan mereka. Di awali dengan tawaran teman kuliahku yang lucunya seperti Majin Buu dalam manga Dragon Ball itu untuk mengikuti pelatihan jurnalistik islami di Jakarta Islamic Centre bertajuk “JICBS#3” melalui google document yang dia kirimkan di hari itu ba’da shalat Jumat. Aku yang memang suka sekali terhadap hal-hal yang bersifat challenging sedari dulu akhirnya mengisi juga form tersebut. Singkat kata akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi di sana. Sebuah pengalaman baru menantiku, baca berita di panggung! . Untuk orang yang terbiasa mengurusi bermacam kegiatan di kampus dan me...

Temanku, Rivalku! (ups)

Ada pepatah jawa yang penulis ingat belakangan ini, berbunyi “ Witing tresno jalaran soko kulino ” yang artinya kurang lebih cinta bisa datang karena sering bertemu. Terdengar pas pepatah tersebut jika dikaitkan dengan keadaan 2 sahabat penulis yang kesemuanya lelaki, yang pada saat ini ‘sepertinya’ menaruh hati pada satu wanita yang sama dan dibawah naungan komunitas yang sama pula. Lalu apa ada yang salah? Tidak ada. Intensitas pertemuan yang berkesinambungan bisa saja dijadikan alasan untuk perasaan itu hadir. Toh, jika hati itu berpendar dengan semestinya bukankah merupakan sebuah anugerah dari Sang Maha Pencipta. Atau mungkin mengatasnamakannya dalam sebuah persahabatan yang terjalin erat? Di film beken bollywood Kuch Kuch Hota Hai, SRK menerjemahkan rasa itu dengan istilah: Love is Friendship . Bukan sesuatu yang salah kan? Aku mengenalmu, aku bersahabat denganmu, aku memahamimu, lantas apa salah jika aku berharap lebih padamu? Sekali lagi perasaan itu hadir diantara...

Nice To Meet You.. (Chapter 2)

Sebelumnya di  Chapter 1..   Bus Transjakarta yang aku naiki masih melaju dengan tenang.. “ Hai. Aku Alif Yusuf. Tadi penjelasanmu tentang patung di Bunderan Senayan itu bagus lho”. Kataku menyapanya memulai percakapan dengan gadis itu. Gadis itu menghentikan bacaannya lalu mendengarkan sapaanku tadi sambil mengerenyitkan dahi. Kami masih dibatasi keponakannya yang berdiri di bangku sambil melihat lalu lalang jalan dari balik jendela. “ Alif?”. Tanyanya. Aku pun mengangguk. “ A.. EL.. I.. EF..?”. Ejanya menyebut namaku. “ Iya benar. Itu namaku”. Jelasku padanya. Matanya berpendar menatapku lalu kemudian dia tertawa geli sendiri. Entah apa yang ada dibenaknya ketika mendengar namaku saat ini. Tapi senyum dan tawanya itu mampu untuk menarik simpatiku padanya. “ Mungkin kamu pernah mendengar namaku ya? Aku novelis. Novel pertamaku menjadi best seller tahun kemarin!”. Jelasku mengejar maksud tawanya itu. “ Tidak. Bahkan aku tak tahu novelmu yang m...