Langsung ke konten utama

Nikah atau S2?

Malam itu saat menikmati secangkir coklat panas setelah hujan turun membasahi wilayah utara Ibukota jakarta tiba tiba ponselku berdering. “Nikah sama yang mau membiayai S2”. Sebuah jawaban menggelitik muncul di grup whatsapp membuat penulis terinspirasi untuk bercerita melalui tulisan sederhana ini. Jawaban itu merupakan respons dari pertanyaan salah satu rekan penulis yang sepertinya sedang disibukkan oleh sebuah pilihan pelik, memilih untuk menikah atau melanjutkan pendidikan strata 2. Aku jadi berpikir, apa benar keputusan menentukan satu diantara dua kemungkinan itu terdengar sulit.

Penulis dengan analisa sederhananya mencoba menguraikan statement tentang pilihan “Nikah atau S2?” tersebut. Mungkin ketika mendengar dua pilihan itu, hal pertama yang penulis ingat adalah sebuah iklan televisi beberapa waktu yang lalu, tapi bila kita mau merenung jauh kedepan ada hal terpenting yang penulis dapati disana. Beberapa orang mungkin memilih menikah setelah mengenyam pendidikan S2 mereka tapi beberapa diantaranya tidak sedikit pula yang memilih melanjutkan pendidikan S2 setelah menikah. Mereka yang ingin menempuh pendidikan setelah menikah tanpa harus membebani orang tua. Mereka juga bisa menempuh pendidikan bersama dengan pasangan. Kamu bisa bersama-sama mengawali dan mengakhiri pendidikan bersama dengan pasanganmu yang sudah halal pastinya.

Duh, sepertinya terdengar menyenangkan bukan?. Bila pertanyaan itu diajukan pada penulis, aku akan memilih untuk menikah lebih dulu lalu kemudian melanjutkan pendidikan strata 2 itu. Seperti yang diutarakan diatas, membersamai pendidikan dengan kehadiran pasangan halal yang telah menyempurnakan separuh agamamu akan jauh lebih membuat tenang menghadapi segala kesulitan persoalan didepan. Bayangkan, ketika tesis yang kamu buat terasa menemui jalan buntu dan tidak tahu harus diarahkan kemana, selalu ada yang menjadi tempatmu berkeluh kesah, selalu ada dia yang akan mendengarkan ide-ide dan retorika yang kamu gagasi. Pendidikan juga bukan sekedar persoalan finansial duniawi semata, tapi bukankah dengan menikah akan jauh lebih terbuka pintu-pintu rezeki untukmu menempuh hidup. Satu hal yang selalu penulis percayai, di setiap niat baik dalam hati selalu ada jalan untuk menuju kesana.

Namun, apapun pilihan yang sekiranya kamu prioritaskan semuanya kembali lagi kepada keputusanmu. Tulisan ini hanya dari perspektif penulis semata, tidak ada tendensi untuk menggurui kamu sama sekali. Sekarang pilihan itu ada pada kamu koq, mau “Nikah atau S2?”.

Dedicated for you who will guide me to the light...

Komentar

Posting Komentar

Cerita Unggulan

Tentang JICBS#3 !!

Beberapa waktu yang lalu, sebelum aku benar-benar lupa tentang mereka yang pernah singgah di kehidupanku yang dinamis tiap akhir pekan, maka aku ingin menyematkan semua yang teringat dalam ingatan untukku tuangkan melalui goresan kecil dalam cerita ini. Cerita ini tentang petualanganku dengan mereka, remaja-remaji ajaib yang entah sudah menjadi suratan takdir aku harus bertemu dengan mereka. Di awali dengan tawaran teman kuliahku yang lucunya seperti Majin Buu dalam manga Dragon Ball itu untuk mengikuti pelatihan jurnalistik islami di Jakarta Islamic Centre bertajuk “JICBS#3” melalui google document yang dia kirimkan di hari itu ba’da shalat Jumat. Aku yang memang suka sekali terhadap hal-hal yang bersifat challenging sedari dulu akhirnya mengisi juga form tersebut. Singkat kata akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi di sana. Sebuah pengalaman baru menantiku, baca berita di panggung! . Untuk orang yang terbiasa mengurusi bermacam kegiatan di kampus dan me...

Temanku, Rivalku! (ups)

Ada pepatah jawa yang penulis ingat belakangan ini, berbunyi “ Witing tresno jalaran soko kulino ” yang artinya kurang lebih cinta bisa datang karena sering bertemu. Terdengar pas pepatah tersebut jika dikaitkan dengan keadaan 2 sahabat penulis yang kesemuanya lelaki, yang pada saat ini ‘sepertinya’ menaruh hati pada satu wanita yang sama dan dibawah naungan komunitas yang sama pula. Lalu apa ada yang salah? Tidak ada. Intensitas pertemuan yang berkesinambungan bisa saja dijadikan alasan untuk perasaan itu hadir. Toh, jika hati itu berpendar dengan semestinya bukankah merupakan sebuah anugerah dari Sang Maha Pencipta. Atau mungkin mengatasnamakannya dalam sebuah persahabatan yang terjalin erat? Di film beken bollywood Kuch Kuch Hota Hai, SRK menerjemahkan rasa itu dengan istilah: Love is Friendship . Bukan sesuatu yang salah kan? Aku mengenalmu, aku bersahabat denganmu, aku memahamimu, lantas apa salah jika aku berharap lebih padamu? Sekali lagi perasaan itu hadir diantara...

Nice To Meet You.. (Chapter 2)

Sebelumnya di  Chapter 1..   Bus Transjakarta yang aku naiki masih melaju dengan tenang.. “ Hai. Aku Alif Yusuf. Tadi penjelasanmu tentang patung di Bunderan Senayan itu bagus lho”. Kataku menyapanya memulai percakapan dengan gadis itu. Gadis itu menghentikan bacaannya lalu mendengarkan sapaanku tadi sambil mengerenyitkan dahi. Kami masih dibatasi keponakannya yang berdiri di bangku sambil melihat lalu lalang jalan dari balik jendela. “ Alif?”. Tanyanya. Aku pun mengangguk. “ A.. EL.. I.. EF..?”. Ejanya menyebut namaku. “ Iya benar. Itu namaku”. Jelasku padanya. Matanya berpendar menatapku lalu kemudian dia tertawa geli sendiri. Entah apa yang ada dibenaknya ketika mendengar namaku saat ini. Tapi senyum dan tawanya itu mampu untuk menarik simpatiku padanya. “ Mungkin kamu pernah mendengar namaku ya? Aku novelis. Novel pertamaku menjadi best seller tahun kemarin!”. Jelasku mengejar maksud tawanya itu. “ Tidak. Bahkan aku tak tahu novelmu yang m...