Langsung ke konten utama

"Berkorban Rasa"


Bicara di libur panjang kali ini, tentu kita akan bicara tentang Idul Adha, Kisah teladan dari keluarga Nabi Ibrahim dan tentu saja berkurban. Jika kita bicara kurban atau korban, tentu kita sebagai rakyat di negeri subur makmur gemah ripah loh jinawi ini tentu saja akrab dengan apa yang disebut pengorbanan sehari-hari meski dalam dimensi yang berbeda esensinya. Bahkan menjelang hari raya kemarin pun, mamah-mamah kita sudah diminta untuk berkorban, korban perasaan lebih tepatnya. Melihat harga bahan pokok yang demikian tinggi, sudah pasti harus dibarengi dengan keikhlasan hati dan kesabaran tingkat tinggi. Papah-papah juga diminta untuk berkorban, mengurangi jatah rokok misalnya demi menutupi uang belanja istri yang kurang akibat kenaikan rutin sembako menjelang lebaran, yang Alhamdulillah kenaikan rokoknya ternyata cuma berita palsu penglaris headline koran dan berita online. Dan juga adik-adik yang masih sibuk menimba ilmu, berkorban waktu serta energi demi menyongsong masa depan nan cerah dengan belajar dengan giat, tekun dan sistematis. Bicara mengenai pengorbanan, sahabat penulis si Franky juga selalu berkorban dihidupnya. Lebih spesifiknya cuma terjadi di malam minggu saja. Penyebabnya? penulis rasa kalian sudah tau apa itu. Hiks.

Bicara mengenai pengorbanan hidup, penulis selalu teringat tentang usaha para pahlawan tanpa tanda saja yang pengorbanannya tidak diragukan lagi demikian hebatnya. Mereka sebenar-benarnya nyala lilin  digelapnya kedangkalan ilmu yang penulis miliki. Keringat gigih terus berjuang untuk mencerdaskan anak bangsa.

“Guru adalah tugas mulia!!”, begitu kata Kepala Sekolah penulis dulu ketika SD. Tapi menjelang hari raya, kemarin penulis mendapat sebuah artikel di banyak laman situs keguruan tentang pendapat seorang pengamat pendidikan yang mengatakan bahwa menggaji guru honorer sebesar 3 juta rupiah adalah sia-sia. Dia beralasan, gaji sebesar itu hanyalah bahasa politis yang belum tentu terealisasikan. Dia juga berpendapat wacana tersebut merupakan cara pencarian simpati guru honorer di seluruh tanah air. Dia juga mengatakan daripada ‎menggaji guru honorer yang kualitasnya rendah, lebih baik pemerintah menyiapkan tenaga pendidik yang berkompetensi tinggi. Ada 5,5 juta calon guru muda yang bisa memenuhi kebutuhan pendidikan di Indonesia. Terlepas mengenai pernyataan itu benar atau tidak dan menyinggung beberapa pihak terkait, penulis hanya berharap kesejahteraan guru honorer di Indonesia meningkat dan tidak ada tindak kekerasan hidup terjadi pada para pahlawan ini. Mereka telah mengorbankan hidupnya demi kemajuan bangsa dan negara. Tanpa pengorbanan dan perjuangan mereka, si bodoh ini tidak mungkin bisa menulis panjang lebar. Untuk berita lengkap pendapat pengamat tadi bisa search di google ya!! Penulis cuma mengutip sedikit koq, lagian ini kan blog cerita bukan berita.. hehe. Sebelum menutup artikel ini, penulis sedang membayangkan teman penulis si Franky mungkin sedang menunggu jatah daging dari masjid dan berharap didalamnya ada tulang rusuknya. Haduhhh..

Komentar

Cerita Unggulan

Tentang JICBS#3 !!

Beberapa waktu yang lalu, sebelum aku benar-benar lupa tentang mereka yang pernah singgah di kehidupanku yang dinamis tiap akhir pekan, maka aku ingin menyematkan semua yang teringat dalam ingatan untukku tuangkan melalui goresan kecil dalam cerita ini. Cerita ini tentang petualanganku dengan mereka, remaja-remaji ajaib yang entah sudah menjadi suratan takdir aku harus bertemu dengan mereka. Di awali dengan tawaran teman kuliahku yang lucunya seperti Majin Buu dalam manga Dragon Ball itu untuk mengikuti pelatihan jurnalistik islami di Jakarta Islamic Centre bertajuk “JICBS#3” melalui google document yang dia kirimkan di hari itu ba’da shalat Jumat. Aku yang memang suka sekali terhadap hal-hal yang bersifat challenging sedari dulu akhirnya mengisi juga form tersebut. Singkat kata akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengikuti seleksi di sana. Sebuah pengalaman baru menantiku, baca berita di panggung! . Untuk orang yang terbiasa mengurusi bermacam kegiatan di kampus dan me...

Temanku, Rivalku! (ups)

Ada pepatah jawa yang penulis ingat belakangan ini, berbunyi “ Witing tresno jalaran soko kulino ” yang artinya kurang lebih cinta bisa datang karena sering bertemu. Terdengar pas pepatah tersebut jika dikaitkan dengan keadaan 2 sahabat penulis yang kesemuanya lelaki, yang pada saat ini ‘sepertinya’ menaruh hati pada satu wanita yang sama dan dibawah naungan komunitas yang sama pula. Lalu apa ada yang salah? Tidak ada. Intensitas pertemuan yang berkesinambungan bisa saja dijadikan alasan untuk perasaan itu hadir. Toh, jika hati itu berpendar dengan semestinya bukankah merupakan sebuah anugerah dari Sang Maha Pencipta. Atau mungkin mengatasnamakannya dalam sebuah persahabatan yang terjalin erat? Di film beken bollywood Kuch Kuch Hota Hai, SRK menerjemahkan rasa itu dengan istilah: Love is Friendship . Bukan sesuatu yang salah kan? Aku mengenalmu, aku bersahabat denganmu, aku memahamimu, lantas apa salah jika aku berharap lebih padamu? Sekali lagi perasaan itu hadir diantara...

Nice To Meet You.. (Chapter 2)

Sebelumnya di  Chapter 1..   Bus Transjakarta yang aku naiki masih melaju dengan tenang.. “ Hai. Aku Alif Yusuf. Tadi penjelasanmu tentang patung di Bunderan Senayan itu bagus lho”. Kataku menyapanya memulai percakapan dengan gadis itu. Gadis itu menghentikan bacaannya lalu mendengarkan sapaanku tadi sambil mengerenyitkan dahi. Kami masih dibatasi keponakannya yang berdiri di bangku sambil melihat lalu lalang jalan dari balik jendela. “ Alif?”. Tanyanya. Aku pun mengangguk. “ A.. EL.. I.. EF..?”. Ejanya menyebut namaku. “ Iya benar. Itu namaku”. Jelasku padanya. Matanya berpendar menatapku lalu kemudian dia tertawa geli sendiri. Entah apa yang ada dibenaknya ketika mendengar namaku saat ini. Tapi senyum dan tawanya itu mampu untuk menarik simpatiku padanya. “ Mungkin kamu pernah mendengar namaku ya? Aku novelis. Novel pertamaku menjadi best seller tahun kemarin!”. Jelasku mengejar maksud tawanya itu. “ Tidak. Bahkan aku tak tahu novelmu yang m...